materi & tugas pkl PR h24 (14-2-2024)


 


"Dirty Vote", Dokumenter yang Mengungkap Dugaan Kecurangan dalam Pemilu


Pada hari Minggu, 11 Februari 2024, kanal YouTube Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) merilis sebuah dokumenter yang berjudul "Dirty Vote". Kehadiran dokumenter ini menjadi sorotan masyarakat Indonesia dengan jumlah penonton mencapai lebih dari 7,6 juta orang hingga hari ini, Selasa, 13 Februari 2024.


Dikutip dari kanal YouTube PSHK, "Dirty Vote" menampilkan tiga ahli hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Mereka membahas tentang instrumen kekuasaan yang diduga digunakan untuk memengaruhi hasil pemilu dan merusak tatanan demokrasi.



Berikut profil singkat ketiga narasumber dalam dokumenter "Dirty Vote":

1. Bivitri Susanti: Seorang pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. Bivitri memiliki gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan gelar Master of Laws dari Universitas Warwick, Inggris.


2. Zainal Arifin Mochtar: Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Gajah Mada. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister di Universitas Gajah Mada serta meraih gelar Master of Law dari Universitas Northwestern, Amerika Serikat.


3. Feri Amsari: Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Ia memperoleh gelar sarjana dan magister dari Universitas Andalas, serta menempuh pendidikan magister di William and Mary Law School, Virginia.


Menanggapi perilisan "Dirty Vote", sutradara Dandhy Dwi Laksono menyatakan harapannya agar dokumenter ini menjadi bahan refleksi bagi masyarakat selama masa tenang pemilu. Ia berharap agar film ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada publik.


Respon terhadap "Dirty Vote" datang dari berbagai pihak, termasuk Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI serta tim pemenangan masing-masing kandidat.


Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menanggapi kritik terhadap lembaganya dengan menyatakan bahwa Bawaslu akan terus menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan undang-undang.


Tim pemenangan Anies-Cak Imin melihat "Dirty Vote" sebagai sebuah pengajaran bagi masyarakat tentang bagaimana politisi menggunakan strategi kotor untuk kepentingan pribadi.


Sementara itu, tim pemenangan Prabowo-Gibran menyangkal klaim dalam film tersebut sebagai fitnah dan narasi kebencian yang tidak ilmiah.


Demikian pula, tim pemenangan Ganjar-Mahfud melihat "Dirty Vote" sebagai pengingat akan masifnya pelanggaran yang terjadi dalam pemilu di Indonesia.


Dokumenter "Dirty Vote" secara luas memperdebatkan isu-isu sensitif terkait integritas dan keabsahan proses pemilu, memperkaya diskusi publik selama masa kampanye.

LihatTutupKomentar